Resensi Novel karangan
Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “JEJAK
LANGKAH”
Judul
: Jejak Langkah
Penulis :
Pramoedya Ananta Toer
Halaman : 721
Penerbit : Lentera
Dipantara
Novel
atau Roman ini merupakan bagian treralogi ketiga dari empat tretalogi karangan
Pramoedya Ananta Toer, yakni Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan
Rumah Kaca. Jejak Langkah merupakan lanjutan dari Anak Semua Bangsa.
Novel
Jejak Langkah ini menceritakan bagaimana Tokoh utama bertekad untuk melawan
kekuasaan Kolonial dengan cara berorganisasi dan jurnalistik bukan dengan
perlawanan. Melalui koran yang ia tulis untuk memberikan semangat kepada
pribumi yang tertindas untuk melawan kekuasaan kolonial. Yang paling terkenal
ialah MEDAN PRIJAJI. Di dalamnya berisi tiga pokok yaitu : meningkatkan boikot,
berorganisasi, dan menghapuskan kebudayaan feodalistik. Dalam jurnalnya Minke
selalu berseru “Didiklah rakyat dengan organisasi, dan didiklah
penguasa dengan perlawanan”.
Jejak
Langkah adalah buku ketiga (kelanjutan dari karya sebelumnya Anak Semua
Bangsa) dari tetralogi pulau Buru, karya Pramoedya Ananta Toer (Pram).
Beliau adalah sastrawan besar yang pernah dimiliki bangsa Indonesia. Buku ini
sudah ada dalam pikiran Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1973 ketika diasingkan
di pulau Buru, sebelum akhirnya beliau tulis pada tahun 1975.
Sebelum
mengenal awal cerita bahkan sejarah dari Jejak Langkah, lebih baik mengutip
sedikit saja tentang tretalogi Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa terlebih
dahulu…
MINKE
merupakan tokoh utama yang diceritakan dalam empat tretalogi ini. Minke atau
yang diketahui nama aslinya ialah R.M TIRTO ADHI SOERJO. Tretalogi ini menceritakan
kisah nyata yang dialami Minke yang akhirnya di tulis oleh Pram. Bumi Manusia
menceritakan awal perjalanan Minke yang penuh kebimbangan dan kegelisahan. Pada
cerita ini lebih banyak mengambil di daerah Wonokromo. Di cerita ini Minke bertemu
dengan seorang Nyai yang bernama Nyai Ontosoroh dan anaknya yang bernama Annelies.
Bumi Manusia lebih banyak menceritakan kisah cinta Minke dan Annelies yang pada
akhir cerita kisah cinta mereka kandas begitu saja.
Anak
Semua Bangsa merupakan tretalogi kedua setelah Bumi Manusia. Pada novel ini
menceritakan bagaimana Minke mulai terjun sendiri untuk melihat kehidupan
pribumi di bawah tangan besar yang kejam pada masa kekuasaan Belanda, ia melakukan
observasi untuk melihat apakah benar selama ini kaum pribumi tertindas oleh
tangan kejam nya Belanda,
Jejak
Langkah Merupakan lanjutan dari Anak Semua Bangsa yang akan lebih dijelaskan
pada blog ini. Pada awal cerita menjelaskan bahwa Minke sudah sampai di Betawi
untuk mengenyam Pendidikan Dokternya di STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) yang berlokasi di dekat
Kwitang dan Pasar Senen. Baru sesampainya di asrama, ia sudah mengalami
perkelahian dengan beberapa siswa di sekolah itu. Namun dengan keberanian dan
kegigihan seorang Minke, ia akhirnya berhasil melawan. Tak lama pun ia memiliki
seorang teman yang bernama Partotenejo atau yang biasa dipanggil Partokleooo. Belum
sehari ia tinggal disekolah itu, Minke harus pergi untuk menghadiri acara yang
diundang oleh temannya yang berasal dari De
Locomitef tak lain lagi yakni Ten Haar. Acara itu dilaksanakan di Kamar
Bola De Harmonie yang dihadiri oleh Tweede
Kamer Tyan Ir. H.Van Kollewjin.
Pada saat
liburan sekolah tiba, Minke lebih memilih untuk tinggal di rumah Ibu Badrun. Dalam
kesempatan inilah, ia mulai kembali menulis di koran dan menulis surat untuk
ibunya. Minke pun ingat dengan surat yang diberikan kepadanya dari mendiang
sahabatnya yaitu Khouw Ah Soe. Surat wasiat itu membawa ia bertemu dengan Ang
San Mei seorang anggota perempuan revolusioner yang menentang pemerintahan
kaisar di Tiongkok yang baru diketahui Mei merupakan tunangan dari sahabatnya.
Mereka memulai pembicaraan seru dan diskusi mengenai kemanusiaan dan perubahan sosial.
Namun tidak luput juga pujian Minke kepadanya sebab kecantikannya yang berbobot
berkat kepadaiannya, Minke pun jatuh cinta dan akhirnya menikah dengan Mei di
luar Bandung.
Minke
mendapatkan surat untuk menghadiri acara disebuah istana, ia Bersama Mei
menghadiri acara tersebut dan bertemu dengan ayah nya Minke. Tak lama pun
sekolah tempat Minke membuat acara seminar yang dihadiri oleh dokter – dokter jawa.
Mei disibukkan oleh organisasi Angkatan Muda dan jarang bertemu dengan Minke,
ia baru bertemu dengan Minke pada malam hari. Kesehatan Mei pun mulai menurun
dan akhirnya jatuh sakit. Minke dengan rasa sayang nya ia merawat Mei. Mei memiliki
sakit yang parah pada akhirnya ia pun meninggal. Sebelum meninggal Mei menginginkan
kepada Minke untuk berjuang melawan kolonial dengan cara berorganisasi.
Oleh karena
itu, untuk membuat hatinya tak kian hancur. Maka ia memutuskan untuk sibuk di
organisasi. Minke membuat sebuah organisasi yang dibantu oleh Sadiman dan
Thamrin Mohammad Thabrie yang bernama Syarekat Prijaji dan sebuah koran mingguan
yang bernama Medan Prijaji.
Tak lama
setelah itu, Nyai Bersama Jean Marrais, May dan Rono datang ke rumah Minke
untuk singgah beberapa hari sebelum berangkat ke Prancis. Kedatangan Nyai ke
Betawi untuk memberi semangat dan menasehati Minke untuk berhati-hati oleh
pemerintahan. Ternyata setelah disadari Nyai dan Jean sudah menikah dan tengah
mengandung anak dari Jean Marrais. Nyai ingin menjodohkan May dengan Minke. Namun.
May menolak karena ia ingin mementingkan belajar dulu. Setelah Nyai dan yang
lainnya berangkat ke Prancis, datanglah seorang yang di rekomendasikan oleh
Nyai untuk membantu Minke dalam urusan hukum Medan Prijaji yaitu Mr.Frichboten Bersama
istrinya Mir yang tak lain ialah sahabat Minke sendiri. Mr. Frichboten selalu
sedia menbantu Minke dalam penanganan kasus Medan.
Ada sedikit
cerita mengenai Mr. Frichboten yang menderita peluh akibatnya Mir selaku
istrinya tidak dikarunai seorang anak. Maka dari itu, ia meminta bantuan Minke
untuk memberikan benihnya kepadanya dan terjadilah hubungan gelap. Namun,
karena Minke tidak ingin seperti ini terus berlanjut, ia membawa Mr, Frichboten
untuk berobat dan akhirnya sembuh.
Raden
Tomo sebagai teman seperjuangan Minke sewaktu bersekolah dikedokteran kini
telah mendirikan sebuah organisai yang dinamai Boedi Oetomo, hal
ini tentu membuat Minke semakin terpacu dalam dunia jurnalis yang ia gandrungi
selama ini. Suatu waktu Minke bertemu dengan Hadji Moeloek yang memang sudah
dipandang Minke bukan sebagai orang sembarangan, namun ia lebih menetap di Arab
ketimbang Hindia, melalui pertemuan tersebut mereka saling bercengkrama dan
bertukar pikiran mengenai budaya, nasionalisme, dan semua yang terkait dengan
kemanusiaan, hingga perjumpaannya yang terakhir, Hadji tersebut memberikan
naskahnya yang berharga kepada Minke agar di pelajari dan jika di terima boleh
dijadikannya Feuilleton atau cerita bersambung di koran harian
Minke, namun Hadji tersebut menyarankan agar tidak mencantumkan nama aslinya.
Kedatangan
Marko ke kantor sebagai pembantu dalam hal keamanan dan kebersihan di kantor
cukup membantu Minke, kedatangannya dibawa oleh Sadiman yang membuat Minke
lebih percaya pada rekan-rekannya. Pada saat itu, datang seorang Prinses Van
Kasiruta yang mengadukan masalah tentang dirinya yang tidak melanjutkan
sekolahnya karena adanya peraturan yang itu membuat dirinya tersiksa. Dari kejadian
itu, Minke dan Prinses menjadi dekat dan menjalin hubungan baik dengan ayahnya.
Atas permintaan ayah Prinses, akhirnya Minke menikahi Prinses.
Melihat
kemajuan pesat organisasi yang terbentuk akhir-akhir ini dan peristiwa
organisasi Syarekat Prijaji yang berhenti begitu saja. Maka Minke ingin membuat
organisasi yang didalamya terdiri para pedagang dari golongan apapun. Dan terciptanya
SDI ( Sarekat Dagang Islam ). Dalam
setiap kesulitan Minke selalu diiringi oleh kabar baik, seperti sahabatnya
Miriam kini telah melahirkan seorang bayi yang membuat suaminya senang. Belum
lama setelah kabar baik itu hilang kini telah datang kembali kabar yang
mengancam dirinya yang datang dari golongan pemerintah, dengan
segerombolan De Knijpers (para penjepit) yang datang untuk
melengserkan organisasi SDI tersebut, hingga perkara tersebut diajukan kepada
Asisten Residen untuk pembubaran tersebut malah tidak mendapat respon sama
sekali.
Dalam perjalanan rumah tangganya dengan Prinses, Minke
sering mendapatkan ujian yang berliku dengan berbagai ujian yang menerpa Medan atau
juga Syarikat, namun yang lebih menyakitkan adalah Minke sampai usia
pernikahannya belum juga dikaruniai seorang anak dengan indikasi bahwa Minke
mengidap penyakit peluh sama seperti yang yang dialami sahabatnya.
Peristiwa
pun menimpa Minke dan karier nya di Medan. Karena Medan Prijaji yang terus
berkuasa menyuarakan suara rakyat saat itu untuk melawan pemerintahan Belanda. Maka,
timbulah peristiwa yang mengancam Minke dengan Medan Prijaji yang ternyata merupakan
suruhan dari Gubernur yang tidak suka dengan Medan saat itu. Hadirnya Robert
Suurhof Bersama anak buahnya yang terus menerus mencelakai Minke yang dikenal
dengan sebutan De Zweep. Ternyata Robert
mempunyai atasan yang bernama Jacques Pangemanann yang sebenarnya Pangemanann
itu sangat mengagungi Minke namun karena jabatan yang ia pertahankan dengan berat
hati ia harus mencelakai Minke dan bekerja sama dengan Gubernur Jendral. Cerita
tentang Pangemanann dapat dibaca di Rumah Kaca, buku keempat dari serial tetralogi
Pram ini.
Timbul
perkara yang megancam Medan saat itu, antara lain Medan diancam akan dihapus
dan tidak bisa di cetak dimanapun. Minke mendapatkan ujian dengan di segelnya
percetakan dan penyegelan rumah anak buahnya hingga peristiwa ini membuat Minke
kalang-kabut mencari cara untuk mengetahui penyebab penyegelan itu. Belumlah
selesai perkara penyegelan atas percetakan, Minke telah menyaksikan penembakan
atas gerombolan De Zweep yang dilakukan oleh Sadiman dan
istrinya Prinses.
Di akhir
cerita dijelaskan bahwa Minke, ingin membawa SDI ke luar Hindia.dengan kerja
propaganda ia ingin melawan kekuasaan Belanda dengan cara organisasi. Karena ia
tidak tenang dengan ancaman De Zweep makai
a memutuskan untuk keluar Hindia. Minke sudah menyerahkan pimpinan Medan ke
Marko, Mr. Hendrik Frichboten dan Sadiman. Minke bermaksud untuk pergi ke luar
Hindia Bersama istrinya yang dicintai setulus hati.
Namun,
saat Minke sedang duduk beristitrahat dan membaca Medan, ia terkejut dengan
adanya lampiran yang menentang kasar terhadap Gubernur Jendral Idenburg yang
ditulis oleh Marko dan Sadiman. Ia pun bingung harus bagaimana dan mempunyai
firasat aka nada masalah besar sesaat lagi. Dugaan ia benar, tak lama pun
datang beberapa Polisi pemerintah Bersama Pangemanann yang menyerahkan surat perintah
untuk menahan Minke.
Dengan
berat hati, Minke menurut dan menuliskan sebuah surat yang ditujukan ke istrinya
Prinses. Surat itu berisi untuk bercerai dan meminta Prinses untuk menikah
dengan laki laki yang lebih baik lagi serta berterima kasih atas cinta dan
pengorbanan yang diberikan Princess. Diakhir cerita dijelaskan bahwa Minke
dibuang di luar jawa dan diasingkan mungkin tidak akan kembali lagi.
Bisa diketahui
perjalanan perjuangan Minke seperti ini, Pada
tahun 1906, Minke mendirikan Syarikat Prijaji bersama Thamrin Mohammad Thabrie,
dua tahun sebelum berdirinya Boedi Oetomo (BO). Tahun 1909 Minke menggagas
berdirinya Syarikat Dagang Islamijah (SDI), juga bersama Thamrin Mohammad
Thabrie, yang semakin hari anggotanya semakin banyak dan merambah ke seluruh
pulau Jawa. Pada tahun 1907 Minke menerbitkan surat kabar pribumi yang pertama,
bernama 'Medan'.. Dalam mengelola suratkabarnya, Minke dibantu oleh Marko,
Sandiman, Hendrik serta istri ketiga Minke, Prinses van Kasiruta, yang berasal
dari Maluku.
Medan Prijaji yang terus meningkat menjadi tempat mengadu
para pribumi lemah yang tertindas dan terdiskriminasi oleh hukum.
Siapakah Minke itu?
Minke atau nama aslinya R.M TIRTO ADHI SOERJO
merupakan Bapak Pers Nasional yang mendirikan Medan Prijaji untuk mensuarakan
dan memperjuangkan rakyat yang tertindas oleh kekuasan pemerintahan kolonial dan ia mendirikan SDI saat itu.
Jejak
Langkah berakhir tragis, dimana Minke harus dibuang ke luar jawa ( Maluku )
padahal ia sudah memperjuangkan kaum pribumi saat itu. Jejak Langkah ini
berlanjut ke serial keempat tetralogi Rumah Kaca yang lebih menceritakan siapa
Pangemanann itu.
Itulah Ringkasan Novel Jejak Langkah, semoga para
pembaca suka dengan ringkasan ini dan tertarik untuk membaca bukunya. Terima kasih
Resensi atau Ringkasan ini ditulis oleh salah satu penulis blog ini yaitu Assyifa Mutiara Azzahra, seorang siswi SMA Dharma Karya
Resensi atau Ringkasan ini ditulis oleh salah satu penulis blog ini yaitu Assyifa Mutiara Azzahra, seorang siswi SMA Dharma Karya
Komentar
Posting Komentar